SERIAL AMALAN-AMALAN PENGUSIR SETAN (BAGIAN 9)
SERIAL AMALAN-AMALAN PENGUSIR SETAN
AGAR DOA MENJADI KEKUATAN DIGDAYA
BAGIAN 9
MEMILIH WAKTU-WAKTU YANG MUSTAJAB
Doa Seorang Musafir
Pertama, Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu berkata, "Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wassalam bersabda :
*ثلاث دعوات مسثجابات : دعوة المظلوم، ودعوة المسافر، ودعوة الوالد على ولده*
"Tiga doa yang mustajab, tak diragukan lagi; (yakni) doa orang yang dizhalimi, doa musafir, dan doa Ayah terhadap anaknya." (HR Tirmidzi)
Al-Mubarakfuri berkata, "Sabda beliau, Doa orang yang dizhalimi, yaitu doa baiknya untuk orang yang membantu atau menghiburnya, maupun doa buruknya terhadap orang yang menzholiminya, apapun bentuk kezhalimannya. Ungkapan, 'Doa Musafir, boleh jadi maksudnya adalah doa baiknya untuk orang yang berbuat baik kepadanya, atau doa buruknya terhadap orang yang mengganggu serta bertindak jahat kepada dirinya. Mengingat, doa musafir tak lepas dari ketidakberdayaan. Adapun ungkapan, 'Dan doa ayah terhadap anaknya; tidak disebutkannya ibu dalam hadits ini karena hak ayah lebih besar, sehingga otomatis doa nya juga lebih mujarab." (Tuhfatul Ahwadzi, IX: 287)
Kedua, Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu berkata, "Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, "Tiga doa yang mustajab, tidak ada keraguan padanya; (yakni) doa ayah terhadap anaknya, doa musafir, dan doa orang yang dizhalimi." (HR. Bukhari, Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi)
Al-Munawi berkata, "Sabda beliau, "Tiga doa yang mustajab, tidak ada keraguan padanya" maksudnya pada pengabulannya. "Doa orang yang dizhalimi" atas orang yang yang menzhaliminya, meskipun ia suka berbuat dosa. Sebab perbuatan dosanya menjadi urusan dirinya sendiri. "Dan doa ayah terhadap anaknya" mengingat seorang ayah benar-benar mengasihi anaknya dan banyak berkorban demi kebaikannya. Manakala kasih sayangnya benar, maka doanya pun mustajab. Beliau tidak menyebutkan ibu, padahal haknya yang lebih besar terhadap bakti anak mengindikasikan doa nya lebih mungkin diijabah dibanding ayah, karena masalah ini sudah sama sama diketahui". (Faidhul Qadir, III : 301)
Doa Di Hari Arafah
Dari Amru bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya bahwa Nabi Shollallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, "Sebaik-baik doa adalah doa di hari Arafah. Dan, sebaik-baik apa yang aku katakan dan para nabi sebelumku adalah, "Tidak ada Ilah yang berhak untuk diibadahi secara benar selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Hanya milik-Nya semua kerajaan dan hanya kepunyaan-Nya segala pujian. Dan, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu". (HR. Tirmidzi)
Al-Munawi berkata, "Sabda beliau, "Sebaik-baik doa adalah doa hari Arafah" 'Penisbahan (idhafah) doa kepada hari Arafah menyimpan arti huruf lam (untuk) sehingga maksudnya, doa yang dikhususkan untuk hari itu. Demikian dinyatakan oleh Ath-Thibi. Disebut doa, padahal berupa sanjungan, karena manakala dzikir dan doa sama-sama mendatangkan pahala dan sebagai jembatan memperoleh sesuatu yang diminta, maka seolah-olah dzikir menjadi bagian doa. "Dan sebaik-baik apa yang aku katakan," Ath-Thibi berkata, Maksudnya, apa yang aku dakwahkan. Ungkapan "Dan para nabi sebelumku" Yang kongkrit, maksud para nabi di sini adalah para Rasul. "Tidak ada Ilah," yakni tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi secara benar di alam semesta ini, "Selain Allah" yang keberadaan Dzat-Nya menjadi kepastian (wajibul wujud). Ungkapan "semata" untuk menguatkan keesaan Dzat dan sifat-sifat Allah. "Tiada sekutu bagi-Nya" untuk menguatkan keesaan Allah dalam perbuatan-perbuatan-Nya." (tauhidul af'al)
Doa Di Hari Jum'at
Dari Abu Lubabah bin Abdul Mundzir Radhiyallahu 'Anhu berkata "Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wassalam bersabda,
“Sesungguhnya hari jum’at adalah penghulu hari-hari dan hari yang paling mulia di sisi Allah. Bahkan bagi Allah, hari jum’at lebih agung dibanding hari raya Idhul Fitri dan Idul Adha di sisi Allah, pada hari jum’at terdapat lima peristiwa, diciptakannya Adam dan diturunkannya ke bumi, pada hari jum’at juga Adam dimatikan, di hari jum’at terdapat waktu yang mana jika seseorang meminta kepada Allah maka akan dikabulkan selama tidak memohon yang haram, dan di hari jum’at pula akan terjadi kiamat, tidaklah seseorang malaikat yang dekat di sisi Allah, tiada pula langit, bumi, angin, gunung dan lautan kecuali takut kepada hari jum'at, kalau-kalau kiamat terjadi di hari itu.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah)
Doa yang paling mungkin dikabulkan pada hari jum'at adalah yang dilakukan di waktu antara imam (khatib) duduk hingga shalat selesai ditunaikan. Atau pada saat setelah Ashar dan sebelum maghrib tiba, berdasarkan hadits
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
*إن في الجمعة ساعة لا يوافقها مسلم وهو في صلاة يسأل الله خيرا الا آتاه إياه قال وقللها*
“Sesungguhnya, di hari Jumat, ada satu waktu; tidaklah seorang muslim yang shalat, dia memohon kebaikan kepada Allah, dan bertepatan dengan waktu tersebut, kecuali Allah pasti akan mengabulkannya.” (HR. Ahmad; statusnya sahih)
Juga hadits Anas Radhiyallahu 'Anhu berkata, "Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, "Burulah waktu yang diharapkan (doa dikabulkan) di hari Jum'at, setelah Ashar hingga matahari terbenam". (HR. Tirmidzi)
Terdapat perbedaan pendapat para ulama tentang waktu mustajab di hari Jum'at.
Imam Nawawi mengatakan, "Al-Qadhi berkata, 'Ulama salaf berbeda pendapat tentang kapankah waktu mustajab ini dan terkait pengertian sabda beliau 'berdiri shalat'. Diantara mereka berpendapat bahwa waktunya dari setelah shalat Ashar hingga terbenam matahari. Mereka mengatakan, pengertian 'shalat' adalah berdoa dan maksud 'berdiri' yakni melazimi dan terus melakukannya. Sebagaimana firman Allah, ".......kecuali jika kamu terus menagihnya..." (Ali Imran: 75). Sedangkan yang lain berpendapat, waktunya dari sejak imam (khatib) keluar (menuju masjid) hingga shalat usai dikerjakan'. Kemudian Al-Qadhi membawakan beberapa pendapat lain, "Imam Nawawi melanjutkan, "Yang benar dan tepat adalah pendapat yang sesuai dengan riwayat Muslim dari hadits Abu Musa, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wassalam bahwa waktu tersebut antara imam (khatib) duduk hingga shalat ditunaikan". (Shahih muslim bi syahrin Nawawi, IV,V,VI: 454)
Hasan Al-Bashri dan Abul 'Aliyah menyatakan, "Waktunya pada saat matahari mulai condong ke barat (masuk waktu zhuhur)". Masih ada pendapat ketiga dalam masalah ini, yaitu apabila muadzin telah mengumandangkan adzan untuk shalat Jum'at. Pendapat ini diriwayatkan dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha. Kami meriwayatkan dari Hasan Al-Bashri, ia berkata, "Waktunya adalah ketika imam (khatib) telah duduk di atas mimbar hingga ia selesai (berkhutbah)". Sedangkan Abu Burdah berpendapat, "Itu adalah waktu yang Allah pilih agar shalat dikerjakan di waktu itu ". Abu Sawwar Al-Adawi berkata, "Mereka berpendapat bahwa doa yang dilakukan di waktu antara matahari condong ke barat (masuk waktu zhuhur) hingga memulai shalat adalah mustajab. Kemudian pendapat ketujuh, waktu antara matahari naik satu jengkal hingga satu hasta. Kami meriwayatkan pendapat ini dari Abu Dzar Radhiyallahu 'Anhu. Dan pendapat ke delapan, yaitu antara waktu shalat Ashar hingga matahari terbenan. Demikianlah yang dikatakan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu dan disetujui oleh Thawus serta Abdullah bin Salam. Wallahu A'lam.
Dikutip dan diringkas oleh : *Aguslim R Koto*
Al-Qaulul Mubin fima Yathrudul Jinni wasy Syayathin
Syaikh Abu Al Barra' Usamah bin Yasin Al-Ma'ani
AGAR DOA MENJADI KEKUATAN DIGDAYA
BAGIAN 9
MEMILIH WAKTU-WAKTU YANG MUSTAJAB
Doa Seorang Musafir
Pertama, Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu berkata, "Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wassalam bersabda :
*ثلاث دعوات مسثجابات : دعوة المظلوم، ودعوة المسافر، ودعوة الوالد على ولده*
"Tiga doa yang mustajab, tak diragukan lagi; (yakni) doa orang yang dizhalimi, doa musafir, dan doa Ayah terhadap anaknya." (HR Tirmidzi)
Al-Mubarakfuri berkata, "Sabda beliau, Doa orang yang dizhalimi, yaitu doa baiknya untuk orang yang membantu atau menghiburnya, maupun doa buruknya terhadap orang yang menzholiminya, apapun bentuk kezhalimannya. Ungkapan, 'Doa Musafir, boleh jadi maksudnya adalah doa baiknya untuk orang yang berbuat baik kepadanya, atau doa buruknya terhadap orang yang mengganggu serta bertindak jahat kepada dirinya. Mengingat, doa musafir tak lepas dari ketidakberdayaan. Adapun ungkapan, 'Dan doa ayah terhadap anaknya; tidak disebutkannya ibu dalam hadits ini karena hak ayah lebih besar, sehingga otomatis doa nya juga lebih mujarab." (Tuhfatul Ahwadzi, IX: 287)
Kedua, Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu berkata, "Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, "Tiga doa yang mustajab, tidak ada keraguan padanya; (yakni) doa ayah terhadap anaknya, doa musafir, dan doa orang yang dizhalimi." (HR. Bukhari, Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi)
Al-Munawi berkata, "Sabda beliau, "Tiga doa yang mustajab, tidak ada keraguan padanya" maksudnya pada pengabulannya. "Doa orang yang dizhalimi" atas orang yang yang menzhaliminya, meskipun ia suka berbuat dosa. Sebab perbuatan dosanya menjadi urusan dirinya sendiri. "Dan doa ayah terhadap anaknya" mengingat seorang ayah benar-benar mengasihi anaknya dan banyak berkorban demi kebaikannya. Manakala kasih sayangnya benar, maka doanya pun mustajab. Beliau tidak menyebutkan ibu, padahal haknya yang lebih besar terhadap bakti anak mengindikasikan doa nya lebih mungkin diijabah dibanding ayah, karena masalah ini sudah sama sama diketahui". (Faidhul Qadir, III : 301)
Doa Di Hari Arafah
Dari Amru bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya bahwa Nabi Shollallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, "Sebaik-baik doa adalah doa di hari Arafah. Dan, sebaik-baik apa yang aku katakan dan para nabi sebelumku adalah, "Tidak ada Ilah yang berhak untuk diibadahi secara benar selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Hanya milik-Nya semua kerajaan dan hanya kepunyaan-Nya segala pujian. Dan, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu". (HR. Tirmidzi)
Al-Munawi berkata, "Sabda beliau, "Sebaik-baik doa adalah doa hari Arafah" 'Penisbahan (idhafah) doa kepada hari Arafah menyimpan arti huruf lam (untuk) sehingga maksudnya, doa yang dikhususkan untuk hari itu. Demikian dinyatakan oleh Ath-Thibi. Disebut doa, padahal berupa sanjungan, karena manakala dzikir dan doa sama-sama mendatangkan pahala dan sebagai jembatan memperoleh sesuatu yang diminta, maka seolah-olah dzikir menjadi bagian doa. "Dan sebaik-baik apa yang aku katakan," Ath-Thibi berkata, Maksudnya, apa yang aku dakwahkan. Ungkapan "Dan para nabi sebelumku" Yang kongkrit, maksud para nabi di sini adalah para Rasul. "Tidak ada Ilah," yakni tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi secara benar di alam semesta ini, "Selain Allah" yang keberadaan Dzat-Nya menjadi kepastian (wajibul wujud). Ungkapan "semata" untuk menguatkan keesaan Dzat dan sifat-sifat Allah. "Tiada sekutu bagi-Nya" untuk menguatkan keesaan Allah dalam perbuatan-perbuatan-Nya." (tauhidul af'al)
Doa Di Hari Jum'at
Dari Abu Lubabah bin Abdul Mundzir Radhiyallahu 'Anhu berkata "Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wassalam bersabda,
“Sesungguhnya hari jum’at adalah penghulu hari-hari dan hari yang paling mulia di sisi Allah. Bahkan bagi Allah, hari jum’at lebih agung dibanding hari raya Idhul Fitri dan Idul Adha di sisi Allah, pada hari jum’at terdapat lima peristiwa, diciptakannya Adam dan diturunkannya ke bumi, pada hari jum’at juga Adam dimatikan, di hari jum’at terdapat waktu yang mana jika seseorang meminta kepada Allah maka akan dikabulkan selama tidak memohon yang haram, dan di hari jum’at pula akan terjadi kiamat, tidaklah seseorang malaikat yang dekat di sisi Allah, tiada pula langit, bumi, angin, gunung dan lautan kecuali takut kepada hari jum'at, kalau-kalau kiamat terjadi di hari itu.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah)
Doa yang paling mungkin dikabulkan pada hari jum'at adalah yang dilakukan di waktu antara imam (khatib) duduk hingga shalat selesai ditunaikan. Atau pada saat setelah Ashar dan sebelum maghrib tiba, berdasarkan hadits
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
*إن في الجمعة ساعة لا يوافقها مسلم وهو في صلاة يسأل الله خيرا الا آتاه إياه قال وقللها*
“Sesungguhnya, di hari Jumat, ada satu waktu; tidaklah seorang muslim yang shalat, dia memohon kebaikan kepada Allah, dan bertepatan dengan waktu tersebut, kecuali Allah pasti akan mengabulkannya.” (HR. Ahmad; statusnya sahih)
Juga hadits Anas Radhiyallahu 'Anhu berkata, "Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, "Burulah waktu yang diharapkan (doa dikabulkan) di hari Jum'at, setelah Ashar hingga matahari terbenam". (HR. Tirmidzi)
Terdapat perbedaan pendapat para ulama tentang waktu mustajab di hari Jum'at.
Imam Nawawi mengatakan, "Al-Qadhi berkata, 'Ulama salaf berbeda pendapat tentang kapankah waktu mustajab ini dan terkait pengertian sabda beliau 'berdiri shalat'. Diantara mereka berpendapat bahwa waktunya dari setelah shalat Ashar hingga terbenam matahari. Mereka mengatakan, pengertian 'shalat' adalah berdoa dan maksud 'berdiri' yakni melazimi dan terus melakukannya. Sebagaimana firman Allah, ".......kecuali jika kamu terus menagihnya..." (Ali Imran: 75). Sedangkan yang lain berpendapat, waktunya dari sejak imam (khatib) keluar (menuju masjid) hingga shalat usai dikerjakan'. Kemudian Al-Qadhi membawakan beberapa pendapat lain, "Imam Nawawi melanjutkan, "Yang benar dan tepat adalah pendapat yang sesuai dengan riwayat Muslim dari hadits Abu Musa, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wassalam bahwa waktu tersebut antara imam (khatib) duduk hingga shalat ditunaikan". (Shahih muslim bi syahrin Nawawi, IV,V,VI: 454)
Hasan Al-Bashri dan Abul 'Aliyah menyatakan, "Waktunya pada saat matahari mulai condong ke barat (masuk waktu zhuhur)". Masih ada pendapat ketiga dalam masalah ini, yaitu apabila muadzin telah mengumandangkan adzan untuk shalat Jum'at. Pendapat ini diriwayatkan dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha. Kami meriwayatkan dari Hasan Al-Bashri, ia berkata, "Waktunya adalah ketika imam (khatib) telah duduk di atas mimbar hingga ia selesai (berkhutbah)". Sedangkan Abu Burdah berpendapat, "Itu adalah waktu yang Allah pilih agar shalat dikerjakan di waktu itu ". Abu Sawwar Al-Adawi berkata, "Mereka berpendapat bahwa doa yang dilakukan di waktu antara matahari condong ke barat (masuk waktu zhuhur) hingga memulai shalat adalah mustajab. Kemudian pendapat ketujuh, waktu antara matahari naik satu jengkal hingga satu hasta. Kami meriwayatkan pendapat ini dari Abu Dzar Radhiyallahu 'Anhu. Dan pendapat ke delapan, yaitu antara waktu shalat Ashar hingga matahari terbenan. Demikianlah yang dikatakan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu dan disetujui oleh Thawus serta Abdullah bin Salam. Wallahu A'lam.
Dikutip dan diringkas oleh : *Aguslim R Koto*
Al-Qaulul Mubin fima Yathrudul Jinni wasy Syayathin
Syaikh Abu Al Barra' Usamah bin Yasin Al-Ma'ani
Posting Komentar untuk "SERIAL AMALAN-AMALAN PENGUSIR SETAN (BAGIAN 9)"
Komentar anda akan di moderasi dulu oleh admin, terima kasih.