Hukum Meruqyah dan Minta Ruqyah
• Meruqyah orang yang sakit adalah termasuk amal shalih selama tidak
mengandung perkara yang terlarang. Sahabat yang Mulia Jabir bin Abdullah
radhiyallahu’anhuma berkata,
“Seseorang dari kami pernah disengat oleh kalajengking, dan ketika itu kami sedang bermajelis bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, maka berkatalah seseorang: Wahai Rasulullah bolehkah aku meruqyah? Beliau bersabda: Barangsiapa diantara kalian yang mampu memberikan manfaat kepada saudaranya maka hendaklah ia lakukan.” [HR. Muslim]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sendiri meruqyah para sahabat dan mengajarkan ruqyah kepada mereka. Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha berkata,
“Bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam meruqyah dengan bacaan ini:
Hilangkanlah penyakit ini wahai Rabb di tangan-Mu kesembuhan, tidak ada yang dapat menyembuhkannya kecuali Engkau.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
• Adapun meminta ruqyah maka terbagi dua:
1. Meminta ruqyah untuk diri sendiri, hukumnya terbagi tiga:
Pertama: Meminta ruqyah yang mengandung syirik, maka hukumnya juga syirik dari beberapa sisi:
1) Karena meridhoi kesyirikan adalah kesyirikan,
2) Menggunakan jasa dukun dan mempercayai ucapannya tentang perkara ghaib,
3) Tidak jarang, pasien diperintahkan untuk melakukan syirik, seperti berdoa kepada selain Allah, menyembelih untuk selain Allah, mendekatkan diri kepada selain Allah dengan sesajen, dan lain-lain.
Kedua: Meminta ruqyah yang mengandung bid’ah dan maksiat, maka hukumnya haram.
Ketiga: Meminta ruqyah yang sesuai syari’at, hukumnya makruh, karena Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda tentang 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan azab,
“Mereka adalah orang-orang yang tidak meminta ruqyah, tidak merasa takut sial, tidak melakukan pengobatan al-kayy (besi panas), dan senantiasa bertawakkal kepada Rabb mereka.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma]
Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata,
“Dan perbedaan antara orang yang meruqyah dan yang meminta ruqyah, bahwasannya orang yang meminta ruqyah adalah orang yang memohon, meminta suatu pemberian seraya menoleh kepada selain Allah ta’ala dengan hatinya, sedang orang yang meruqyah adalah orang yang berbuat baik (kepada yang diruqyah).” [Fathul Majid, hal. 67]
Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
“Mereka tidak meminta ruqyah kepada siapa pun, karena:
1) Kuatnya penyandaran diri mereka kepada Allah ta’ala.
2) Mulianya jiwa mereka dari merendahkan diri kepada selain Allah ‘azza wa jalla.
3) Karena dalam perbuatan itu ada bentuk ketergantungan kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala.” [Al-Qoulul Mufid, 1/103]
2. Meminta ruqyah untuk orang lain, hukumnya terbagi dua:
Pertama: Meminta ruqyah yang terlarang untuk orang lain bukan untuk diri sendiri, yaitu ruqyah yang mengandung syirik, bid’ah atau maksiat, maka hukumnya juga terlarang sesuai perincian di atas.
Kedua: Meminta ruqyah yang sesuai syari’at untuk orang lain bukan untuk diri sendiri, insya Allah ta’ala termasuk tolong menolong dalam kebaikan, selama orang yang meminta tersebut tidak bergantung kepada orang yang meruqyah, dan tetap bertawakkal kepada Allah ta’ala. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah memerintahkan untuk memintakan ruqyah bagi seorang anak kecil yang tertimpa penyakin ‘ain, beliau bersabda,
“Mintakanlah ruqyah untuknya, karena sesungguhnya ia tertimpa penyakit ‘ain.” [HR. Al-Bukhari dari Ummu Salamah radhiyallahu’anha]
لَدَغَتْ رَجُلاً مِنَّا عَقْرَبٌ
وَنَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ
رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرْقِى قَالَ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ
يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ
“Seseorang dari kami pernah disengat oleh kalajengking, dan ketika itu kami sedang bermajelis bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, maka berkatalah seseorang: Wahai Rasulullah bolehkah aku meruqyah? Beliau bersabda: Barangsiapa diantara kalian yang mampu memberikan manfaat kepada saudaranya maka hendaklah ia lakukan.” [HR. Muslim]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sendiri meruqyah para sahabat dan mengajarkan ruqyah kepada mereka. Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم كَانَ يَرْقِى بِهَذِهِ الرُّقْيَةِ أَذْهِبِ الْبَاسَ رَبَّ
النَّاسِ بِيَدِكَ الشِّفَاءُ لاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ أَنْتَ
“Bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam meruqyah dengan bacaan ini:
أَذْهِبِ الْبَاسَ رَبَّ النَّاسِ بِيَدِكَ الشِّفَاءُ لاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ أَنْتَ
“Adzhibil ba’sa Robban Naasi, bi yadikasy syifaau, laa kaasyifa lahu illaa Anta”Hilangkanlah penyakit ini wahai Rabb di tangan-Mu kesembuhan, tidak ada yang dapat menyembuhkannya kecuali Engkau.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
• Adapun meminta ruqyah maka terbagi dua:
1. Meminta ruqyah untuk diri sendiri, hukumnya terbagi tiga:
Pertama: Meminta ruqyah yang mengandung syirik, maka hukumnya juga syirik dari beberapa sisi:
1) Karena meridhoi kesyirikan adalah kesyirikan,
2) Menggunakan jasa dukun dan mempercayai ucapannya tentang perkara ghaib,
3) Tidak jarang, pasien diperintahkan untuk melakukan syirik, seperti berdoa kepada selain Allah, menyembelih untuk selain Allah, mendekatkan diri kepada selain Allah dengan sesajen, dan lain-lain.
Kedua: Meminta ruqyah yang mengandung bid’ah dan maksiat, maka hukumnya haram.
Ketiga: Meminta ruqyah yang sesuai syari’at, hukumnya makruh, karena Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda tentang 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan azab,
هُمُ الَّذِينَ لاَ يَسْتَرْقُونَ، وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ، وَلاَ يَكْتَوُونَ، وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Mereka adalah orang-orang yang tidak meminta ruqyah, tidak merasa takut sial, tidak melakukan pengobatan al-kayy (besi panas), dan senantiasa bertawakkal kepada Rabb mereka.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma]
Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata,
والفرق بين الراقي والمسترقي: أن المسترقي سائل مستعط ملتفت إلى غير الله بقلبه، والراقي محسن
“Dan perbedaan antara orang yang meruqyah dan yang meminta ruqyah, bahwasannya orang yang meminta ruqyah adalah orang yang memohon, meminta suatu pemberian seraya menoleh kepada selain Allah ta’ala dengan hatinya, sedang orang yang meruqyah adalah orang yang berbuat baik (kepada yang diruqyah).” [Fathul Majid, hal. 67]
Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
“Mereka tidak meminta ruqyah kepada siapa pun, karena:
1) Kuatnya penyandaran diri mereka kepada Allah ta’ala.
2) Mulianya jiwa mereka dari merendahkan diri kepada selain Allah ‘azza wa jalla.
3) Karena dalam perbuatan itu ada bentuk ketergantungan kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala.” [Al-Qoulul Mufid, 1/103]
2. Meminta ruqyah untuk orang lain, hukumnya terbagi dua:
Pertama: Meminta ruqyah yang terlarang untuk orang lain bukan untuk diri sendiri, yaitu ruqyah yang mengandung syirik, bid’ah atau maksiat, maka hukumnya juga terlarang sesuai perincian di atas.
Kedua: Meminta ruqyah yang sesuai syari’at untuk orang lain bukan untuk diri sendiri, insya Allah ta’ala termasuk tolong menolong dalam kebaikan, selama orang yang meminta tersebut tidak bergantung kepada orang yang meruqyah, dan tetap bertawakkal kepada Allah ta’ala. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah memerintahkan untuk memintakan ruqyah bagi seorang anak kecil yang tertimpa penyakin ‘ain, beliau bersabda,
اسْتَرْقُوا لَهَا، فَإِنَّ بِهَا النَّظْرَةَ
“Mintakanlah ruqyah untuknya, karena sesungguhnya ia tertimpa penyakit ‘ain.” [HR. Al-Bukhari dari Ummu Salamah radhiyallahu’anha]
Posting Komentar untuk "Hukum Meruqyah dan Minta Ruqyah"
Komentar anda akan di moderasi dulu oleh admin, terima kasih.