Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kritik Atas Wacana Islam Nusantara dan Ruqyah Aswaja

Islam Nusantara dan Ruqyah Aswaja
Musdar Bustamam Tambusai

=============================

Saya pernah menulis status disini yg intinya bahwa konsep Islam Nusantara itu bertolak belakang dgn konsep Islam Rahmatan lil Alamin yg dibawa oleh Rasulullah saw yg berbangsa Arab...

Tidak ada istilah Islam Arab, Islam Asia atau Islam Barat dan sebagainya jika dikaitkan dgn hakikat ajaran Islam...

Selama al-Quran dan as-Sunnah menjadi landasannya, maka dia tidak boleh dikaitkan dgn tempat tertentu. Islam itu mendunia bukan menyempit sebatas benua, sebatas negara atau daerah.

Jika ingin membuat Islam model Nusantara, maka tidak sepatutnya menjadikan alQuran dan Hadits Nabi sbg pedoman karena keduanya berbahasa Arab. Demikian pula jika ingin sholat, maka pakailah bacaan sendiri dengan bahasa Nusantara (Melayu, Jawa, Sunda, Bugis dll).

Jika ingin pergi haji, jangan ke Makkah karena itu terletak di Arab. Berhajilah ke Candi Borobudur atau tempat lain yg ada di Nusantara.

Buanglah istilah atau kalimat Arab dalam pembicaraan sehari-sehari spt rakyat, adil, kursi dll. Ganti dgn bahasa lokal yg ada di Nusantara...

Ternyata sulit melepaskan diri dari Arab, apalagi meninggalkan Arab dlm ber-ibadah dan ber-muamalah.

Sekarang, ada istilah Ruqyah Nusantara yg identik dgn kenusantaraan. Jika konsisten dengan identitas itu, maka sepatutnya tidak pula menggunakan ayat Alquran dan doa-doa yg berbahasa Arab. Ruqyah Nusantara bisa bermakna Mantera Nusantara dgn rafalan berbahasa Melayu, Jawa dll.

Jadi, meletakkan identitas "nusantara" yg berkonotasi utk melepaskan diri dari Arab seharusnya secara total melepaskan warna Arab dlm semua aktifitas nya.
Termasuk ruqyah yg salah satu syaratnya adalah "Hendaklah dengan bahasa Arab / an yakuna bil lisanil Arabiy", seharusnya Ruqyah Nusantara menggunakan bahasa selain Arab.

Akibatnya, dalam praktiknya ruqyah nusantara ini jauh dari prinsip ruqyah syar'iyyah. Sehingga menggunakan dan mengadopsi adat dan kebiasaan nenek moyang yg dulu pernah ada di berbagai pelosok Nusantara.

Nah, sekarang ada ruqyah yg memakai identitas "Aswaja" tapi sebenarnya memiliki warna nusantara seperti menggunakan azimat atau benda-benda dan cara-cara yg menyerupai tradisi orang-orang tua dan nenek moyang mereka.

Maka penggunaan ruqyah syar'iyyah dan ruqyah syirkiyyah lebih tepat utk membedakan ruqyah yg haq dan ruqyah yg batil. Bukan menggunakan istilah Ruqyah Arab dan Ruqyah Nusantara seperti membenturkan istilah Islam Nusantara dengan Islam Arab sebagaimana dilakukan oleh Ketua Umum NU KH. Said Aqil Siroj.
Wallahul Musta'an.

Posting Komentar untuk "Kritik Atas Wacana Islam Nusantara dan Ruqyah Aswaja"