Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bolehkah Mengkhususkan Diri Menjadi Peruqyah? (Bagian 1)

Spesialis Ruqyah Ada di Zaman Rasul
Musdar Bustamam Tambusai
(Founder MATAIR / Majlis Talaqqi Ilmu Ruqyah Internasional)

===============================

■ Judul tulisan diatas sedikit kontras dlm warna pemikiran sebagian orang. Tapi ini perlu saya sampaikan sbg pendapat pribadi. Tulisan berawal dr satu pertanyaan : Benarkah tidak boleh berprofesi sbg peruqyah? Jawaban dr sebagian orang : TIDAK ! Karena dizaman Nabi saw tidak ada profesi itu.

■ Salah satu argumen orang yang mengharamkan takhassus (memfokuskan) diri dlm terapi ruqyah syar'iyyah adalah tidak adanya contoh dari Nabi saw dan sahabat beliau bahkan tabi'in pun tidak ada.

■ Untuk menjawabnya, saya mengatakan :

1. Bahwa fenomena sihir dizaman Nabi dan sahabat sangat minim.

- Penduduk Arab sebelumnya tidak mengenal sihir kecuali setelah kaum Yahudi masuk ke Madinah.

- Kasus-kasus sihir sangat jarang terjadi dimasa mereka. Jadi, sihir bukan tabiat bangsa Arab Jahiliyah.

■ Jika sihir merupakan sesuatu yg belum terjadi, untuk apa sahabat memfokuskan diri menghadapi itu?

2. Kemudian saya ingin mengajak semuanya merenungkan satu hadits. Rasulullah saw bersabda (artinya) "Barangsiapa yg mampu memberi manfaat kepada saudaranya, maka lakukanlah" (HR. Muslim, no. 2199).

■ Hadits ini sudah cukup mengatakan bahwa menjadikan ruqyah syar'iyyah sebagai spesialis atau profesi dibolehkan. Tentu dgn syarat-syarat yg sudah ditentukan.

■ Seorang peruqyah sangat diperlukan dalam kondisi keimanan masyarakat yg masih lemah dan disana sini masih berkibar panji setan dan banyaknya praktik kesyirikan.

■ Tentu alasan ini belum memuaskan bagi mereka yg tidak setuju.

▶ • Baiklah, mari kita lihat asbaabul wuruud hadits tsb.

■ Sebagaimana ayat al-Qur'an punya asbaab nuzuul, hadits juga punya sebab mengapa Nabi saw menyampaikan haditsnya?

■ Diriwayatkan dari Jabir bahwasanya beliau punya paman (dari pihak ibunya) yg punya kebiasaan meruqyah / menjampi (orang yg terkena gigitan) kalajengking. Rasulullah saw belakangan melarang ruqyah dan terdengar oleh pamannya. Kata Jabir, pamannya datang kepada Rasulullah saw dan bertanya "Ya Rasulallah, sesungguhnya tuan telah melarang ruqyah. Sementara aku sudah terbiasa meruqyah (korban gigitan) kalajengking !". Kemudian Rasulullah saw mengucapkan hadits diatas sbg jawabannya.

■ Padahal ruqyah yg dipraktikkannya adalah ruqyah jahiliyah tapi bermanfaat bagi org lain dan tidak menyimpang.

■ Masih riwayat dari Jabir bahwa ketika Rasulullah saw melarang ruqyah, datanglah kepada beliau keluarga (Alu) 'Amru ibn Hazm. Mereka berkata "Ya Rasulullah, kami punya jampi-jampi (ruqyah) untuk mengatasi sengatan kalajengking. Sementara tuan telah melarang ruqyah". Mereka pun memperlihatkan ruqyahnya. Lalu Rasulullah saw bersabda "Hal itu tidak apa-apa. Barangsiapa yg mampu memberi manfaat kpd saudaranya, maka lakukanlah".

■ Hadits lain dari Jabir ibn Abdullah bahwasanya Rasulullah saw telah membolehkan Bani 'Amru utk meruqyah gangguan ular.

■ Pertanyaan lain muncul, mengapa mereka hanya meruqyah gangguan kalajengking dan ular saja ?

■ Jawabannya adalah karena orang Arab itu tinggal dikampung-kampung yg masih banyak ular dan kalajengkingnya. Sehingga banyak penduduk yg kena gigit ular dan kala. Maka diperlukan ahli ruqyah utk gangguan binatang berbisa.

■ Sebuah konklusi dari keterangan diatas, yaitu "Ketika suatu penyakit telah mewabah, maka diperlukan orang-orang yg memfokuskan diri untuk menanganinya".

■ Analoginya begini : Dulu sebelum dikenal penyakit-penyakit aneh spt sekarang, kita tidak mengenal ada ahli penyakit syaraf, ahli penyakit tulang, ahli penyakit jantung dan sebagainya.

■ Ketika sekarang semua penyakit itu semakin banyak muncul dan menyerang, maka diperlukan orang-orang yg takhassus dibidang itu utk menanganinya.

■ Memang tidak persis sama antara penyakit medis-fisikis dan non medis spt sihir dsb, tapi begitulah tabiat pengobatan. Masing-masing jenis penyakit ada ahlinya.

■ Ketika di suatu wilayah banyak dukun dan tukang sihir, maka keberadaan seorang ahli ruqyah hukumnya fardhu kifayah. Bahkan jika dia sendiri saja yg bisa meruqyah di kampung tersebut, hukumnya menjadi fardhu 'ain.

Wallahu a'lam.

Posting Komentar untuk "Bolehkah Mengkhususkan Diri Menjadi Peruqyah? (Bagian 1)"