Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SERIAL AMALAN-AMALAN PENGUSIR SETAN (BAGIAN 7)

SERIAL AMALAN-AMALAN PENGUSIR SETAN

AGAR DOA MENJADI KEKUATAN DIGDAYA


BAGIAN 7

MEMILIH WAKTU-WAKTU YANG MUSTAJAB

Doa Orang Yang Teraniaya

Pertama, dari Khuzaimah bin Tsabit Radhiyallahu 'Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam bersabda; ”Takutlah kamu kepada doa orang yang teraniaya, kerana ia diangkat di atas awan dan Allah berfirman: “
"Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, sungguh Aku pasti menolongmu, walaupun setelah beberapa masa yang panjang.” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani, Al-Bukhari dan Ad-Daulabi)

Al-Munawi berkata, "Takutlah doa orang yang teraniaya" yakni hindarilah doa orang yang kalian zhalimi. Dengan retorika bahasa indah, untaian kata yang sangat pendek dan ungkapan yang sangat jelas, perintah ini berkonsekwensi untuk menjauhi seluruh bentuk kezhaliman. Terangnya, apabila seseorang takut doa orang yang teraniaya, ia tidak akan berbuat aniaya. Ungkapan ini lebih retoris dibanding perkataan, "Jangan berbuat zhalim". Gaya bahasa apik seperti ini merupakan satu varian ilmu badi' (ilmu sastra Arab) yang disebut ta'liq. Kemudian beliau menjelaskan alasan larangan tersebut dengan bersabda, "Karena sesungguhnya doa itu dibawa di atas awan". Maksudnya, Allah memerintah agar doa tersebut diangkat hingga melewati Ghamam (awan putih) terus sampai ke hadapan-Nya Yang Maha Suci. Dikatakan pula bahwa Ghamam adalah sesuatu yang berwarna putih di atas langit ke tujuh. Apabila Ghamam ini jatuh, semua langit tidak cukup kuat menahannya, sehingga pecah. Allah berfirman, "Dan (ingatlah) hari (ketika) langit pecah belah karena kabut putih......" (Al-Furqan: 25)

Sabda beliau, "Allah berfirman, "Demi Kemuliaan dan Keagungan-Ku, sungguh Aku akan menolongmu....." Artinya, sungguh benar-benar Aku akan mengembalikan hakmu dari orang yang menzhalimimu. "Walaupun setelah lewat masa yang panjang" Melalui firman ini, Allah ingin menunjukkan bahwa Dia memberi tenggang waktu bagi orang yang zhalim agar bertaubat dan tidak membiarkannya. Adanya maaf terhadap sebagian bentuk kezhaliman, itu diiringi dengan adanya kompensasi untuk orang yang dizhalimi. Dan hal itu juga suatu bentuk pertolongan. Hadits ini juga mengandung larangan keras berbuat zhalim dan bahwa akibat serta bahaya yang ditimbulkan sangat besar.

"Matamu terlelap, sedang orang yang dizhalimi terjaga mengintaimu
Dan mata Allah tidaklah tidur
(disadur dengan ringkas Faidhul Qadir, I : 141-142)

Kedua, dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhu berkata, Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, "Takutlah terhadap doa orang yang teraniaya. Karena sesungguhnya doa tersebut naik ke langit seperti percikan api". (Diriwayatkan oleh Al-Hakim)

Al-Munawi berkata, "Takutlah terhadap doa orang yang teraniaya. Karena sesungguhnya doa tersebut naik ke langit." Pengertiannya seperti yang telah dijelaskan di atas. "Seperti percikan api" adalah kiasan cepatnya doa tersebut sampai kepada Allah. Karena orang yang teraniaya ini berdoa dalam posisi kesulitan, sedang Allah telah berfirman, "Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya..." ( QS An-Naml : 62). Semakin besar kezhaliman, semakin besar pula pengaruhnya terhadap jiwa. Maka, orang yang dizhalimi pun bertambah tunduk, sehingga doanya lebih berpeluang besar dikabulkan. Bunga api adalah percikan-percikan yang berterbangan di udara. Di sini kecepatan naiknya doa diserupakan dengan kecepatan terbang bunga api dari apinya." (disadur dengan ringkas Faidhul Qadir, hal 142)

Ketiga, dari Anas Radhiyallahu 'Anhu berkata, "Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, "Takutlah terhadap doa orang yang teraniaya meskipun ia kafir. Sebab, tak ada batas yang menutup doa itu" (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Ya'la dan Adh-Dhiya')

Al-Munawi mengatakan, "Takutlah terhadap doa orang yang teraniaya," artinya hindarilah berbuat zhalim agar orang yang dizhalimi tidak mendoakan keburukan kepada kalian. "Meskipun ia kafir" yang dilindungi darahnya (bukan kafir harbi) Karena dia menjadi korban kezhaliman, doanya tetap mustajab, sedangkan perbuatan dosanya menjadi urusannya sendiri. "Sebab tak ada batas yang menutup doa itu" yakni tak ada pembatas yang menghalangi antara doanya dan diterima doa tersebut. Batas penutup di sini tidak berbentuk fisik, karena ia berkonsekwensi adanya jarak (Antara Allah dan hamba) dan keberadaan-Nya di suatu tempat. (Syaikh Dr. Ibrahim Al-Buraikan berkata, "Wajib menetapkan keberadaan Allah (uluw-Nya) di atas Arsy-Nya dan bahwa Dia terpisah dari makhluk-Nya, kendati Dia sangat dekat dengan orang yang berdoa dan memohon kepada-Nya dalam konteks memperkenankan doa dan permintaan tersebut. Ungkapan Al-Munawi dengan istilah 'tempat' adalah kata yang global, mengandung kemungkinan yang benar dan salah). Sedang Allah terhindar dari semua itu dan Dia lebih dekat kepada segala sesuatu daripada materi sesuatu tersebut. Ungkapan ini adalah gambaran orang yang menuju ke pintu seorang penguasa adil yang tengah duduk di singgasana-Nya, guna melaporkan tindak kesewenang-wenangan. Orang ini tidak dihalang-halangi." (disadur dengan ringkas dari Faidhul Qadir, I: 142)

Keempat, dari Zaid bin Arqam Radhiyallahu berkata, "Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, "Beribadalah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Lantas jika engkau tidak melihat-Nya, (yakinilah) Dia melihatmu. Evaluasilah dirimu dengan orang-orang yang telah mati. Dan takutlah pada doa orang yang teraniaya, karena doa nya mustajab". (Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah, VIII : 202, 203)

Dikutip dan diringkas oleh : *Aguslim R Koto*

Al-Qaulul Mubin fima Yathrudul Jinni wasy Syayathin
Syaikh Abu Al Barra' Usamah bin Yasin Al-Ma'ani

Posting Komentar untuk "SERIAL AMALAN-AMALAN PENGUSIR SETAN (BAGIAN 7)"