Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

HARUSKAH SEORANG PERUQYAH ITU JUJUR ATAS PENYAKIT YANG MENIMPA PASIENNYA?

HARUSKAH SEORANG PERUQYAH ITU JUJUR ATAS PENYAKIT YANG MENIMPA PASIENNYA?

Oleh: Salahudin Sunan Al-sasaki

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله و الصلاة و السلام على رسول الله و على آله وصحبه وسلم و بعد:

Penyampaian kabar buruk (breaking bad news), diartikan sebagai kabar atau infomasi yang tidak menyenangkan yang berdampak secara serius mengubah pandangan seorang akan masa depannya. Seorang dokter, dan peruqyah mengemban amanah dari hasil diagnosa yang telah dia lakukan terhadap pasiennya. Apa yang dia sampaikan dari hasil diagnosanya kepada pasiennya merupakan hasil yang harus dia pertanggung jawabkan baik di dunia maupun di akhirat. Orang Arab bilang:

التشخيص امانة
"Diagnosa itu adalah amanah"

Didalam kedokteran dikenal dengan kode etik kedokteran, lalu apa salahnya peruqyah juga memiliki kode etik peruqyah sebagaimana dalam kedokteran.

ليس كل ما يعلم يقال
"Tidak semua yang diketahui di ungkapkan"

Ungkapan diatas sangat penting bagi seorang peruqyah ketika dia sudah yakin mengenai jenis penyakit yang menimpa pasiennya apakah diberitahu ataukah tidak.

Berikut mari kita lihat fatwa syeikh Al-Utsaimin ketika beliau ditanya mengenai bolehkah memberitahukan pasien mengenai jenis penyakit yang ia derita:

سئل الشيخ ابن عثيمين : إذا علم الطبيب أن المريض يعاني من داء عضال كالسرطان – مثلاً - ، فهل يخبر المريض بهذا الأمر ، أو يتجه إلى التعريض ولا يصرح به ؛ خشية أن يتأثر المريض نفسياً ، وكيف يتصرف الطبيب إذا سأل المريض سؤالاً مباشراً ومحدداً عن طبيعة المرض ، فهل يقول الصدق ؟ مهما كانت النتائج أم كيف يتصرف ؟
فأجاب : " هذا يختلف باختلاف المرضى ، فمن المرضى من هو قوي الشخصية ، ولا يهمه أن يكون مرضه مهلكا أو غير مهلك ، فهذا يجب أن يُخبر بالواقع ؛ لأن المريض قد يكون له علاقات خاصة بأهله ، أو عامة مع الناس ، يحتاج أن يصحح ما كان خطأً ، فهنا لا بد من إخباره ، والحمد لله لا يضر .
وأما إذا كان المريض ضعيف الشخصية ، ويُخشى إذا أخبر بالواقع ، أن هذا المرض مهلك ، يتأثر أكثر ويكون همه هذا المرض ، ومعلوم أن المريض إذا ركز على المرض ، وصار المرض همه ، أنه يزداد مرضه ، لكن إذا تغافل عنه وتناساه ، كأن لم يكن به شيء ، فهذا من أكبر أسباب العلاج ، فالمسألة تختلف باختلاف الناس " انتهى من محاضرة بعنوان " إرشادات للطبيب المسلم " .
والله أعلم

"Syaikh Al-Utsaimin ditanya: Kalau seorang dokter telah mengetahui bahwa pasiennya menderita penyakit berat seperti kanker, apakah ia memberitahu pasiennya mengenai hal itu, ataukah ia cukup menggunakan ungkapan yang samar dan tidak berterus terang karena khawatir pasien tersebut akan terpengaruh secara psikis.
Dan bagaimana dokter tadi harus bersikap manakala pasiennya melontarkan pertanyaan yang langsung ke titik permasalahan tentang kondisi penyakitnya. Apakah dokter itu harus mengatakan yang sebenarnya apapun yang terjadi, atau bagaimana?

Jawab:
Hal ini berbeda untuk setiap pasien. Ada pasien yang memiliki kepribadian tegar. Ia tidak ambil peduli apakah penyakitnya itu mematikan atau tidak. Pasien seperti ini harus diberitahu dengan kenyataan sebenarnya, karena bisa jadi ia memiliki hubungan khusus terkait keluarganya, atau hubungan umum dengan orang banyak yang perlu ia perbaiki. Dalam kasus seperti ini, pasien harus diberitahu, walhamdulillah.
Sedangkan kalau si pasien memiliki kepribadian yang lemah, dan dikhawatirkan akan terpengaruh kalau diberitahu bahwa penyakitnya mematikan, lalu pikirannya akan tertuju hanya kepada penyakit yang dideritanya, maka ia tidak diberitahu. Dimaklumi bahwa ketika seorang yang sakit selalu memikirkan penyakitnya, dan penyakit tersebut membuatnya sedih, ia akan semakin sakit. Akan tetapi kalau ia bersikap seakan-akan tidak tahu atau lupa, dan seolah-olah tidak mengalami sakit sedikit pun, maka ini salah satu sebab kesembuhan yang paling besar. Jadi permasalahannya berbeda untuk setiap orang. Wallahu a'lam."

Dari jawaban Syaikh Al-Utsaimin diatas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa memberitahu pasien atau tidaknya mengenai jenis penyakitnya tergantung pada kuat atau lemahnya kejiwaan pasien, karena jiwa yang kuat secara ilmiah bisa mendongkrak kekebalan tubuh pasien untuk melawan penyakit yang masuk ke dalam tubuhnya hingga dia bisa sembuh dengan cepat. Jadi seorang dokter atau seorang peruqyah itu harus jeli dalam melihat kondisi pasiennya.

Adapun sama sekali tidak memberitahu pasien mengenai penyakitnya sangat keliru sekali sebelum mempertimbangkan kondisi pasiennya, karena ini hanya akan menimbulkan kebingungan pada pasien itu sendiri, dan keluarganya. Disini kita harus memposisikan keadaan pasien seadil-adilnya agar kejiwaannya bisa membantu untuk kesembuhannya.

Intinya memberitahu pasien mengenai penyakitnya itu boleh apabila hal ini tidak berdampak lebih buruk bagi kesehatannya sambil mengingatkan pasien bahwa penyakitnya bisa disembuhkan seperti berkata kepada pasien: "banyak orang ditimpa penyakit seperti ini dan dengan izin Allah mereka sembuh". Kalimat seperti diatas atau perkataan-perkataan yang bisa memotivasi pasien harus di berikan agar jiwanya tenang, dan semangat untuk melakukan pengobatan.

Terakhir saya katakan seorang peruqyah itu harus bijaksana dalam memperlakukan setiap keadaan yang berada dihadapannya agar kejiwaan pasiennya bisa menjadi penguat didalam melawan penyakitnya. Wallahu a'lam.

وصلى الله على محمد وآله وصحبه وسلم.والحمد لله رب العالمين.والله تعالى اعلى واعلم

Posting Komentar untuk "HARUSKAH SEORANG PERUQYAH ITU JUJUR ATAS PENYAKIT YANG MENIMPA PASIENNYA?"