Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sepuluh Perkara Dalam Aqidah Yang Wajib Diketahui dan Dipelajari Oleh Seorang Muslim

Sepuluh Perkara dalam Aqidah Yang Wajib Diketahui dan Dipelajari Oleh Seorang Muslim

Segala puji bagi Alloh. Sholawat dan salam semoga terlimpah kepada Rosululloh, keluarganya, para sahabatnya, dan siapa saja yang loyal padanya. Amma ba'd:

Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam telah bersabda:

طَلَبُ العِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.
“Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lainnya. Sanadnya didho’ifkan oleh mayoritas ahli ilmu dan dihasankan oleh yang lain seperti as-Suyuthiy dan al-Mizziy. Tetapi ma’na hadis disepakati di antara ahlul ilmu.]

Mengomentari hadits ini, al-Bayhaqiy berkata: “Yang beliau maksud —wallohu a’lam— tidak lain adalah ilmu umum yang tidak boleh tidak diketahui oleh orang baligh yang berakal.” [al-Madkhal ila as-Sunan al-Kubro]

Imam asy-Syafi’iy ditanya: “Apa itu ilmu? Dan apa di antara yang wajib atas manusia?” Dia berkata: “Ilmu itu ada dua macam. (Pertama), ilmu yang tidak boleh tidak diketahui oleh orang baligh yang akalnya tidak rusak. Ilmu ini ada dalam Kitab Alloh, serta diriwayatkan dan diceritakan oleh kaum muslimin dari Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam. Dan mereka tidak berselisih tentang kewajibannya.” [ar-Risalah karya asy-Syafi’iy]

Di antara yang disepakati oleh para ahlul ‘ilmi adalah bahwa ilmu syar’i terbagi —dari segi kewajibannya— ke dalam dua jenis:

Pertama, fardhu kifayah, yaitu yang wajib dipelajari dan dijaga oleh umat Islam secara keseluruhan. Jika sebagian dari kaum muslimin telah mengerjakannya dengan cukup, maka mereka mendapatkan keutamaan dan pahala, dan dosa telah gugur dari semua. Dan jika tidak ada sebagian yang mengerjakannya dengan cukup, maka seluruh kaum muslimin berdosa. Di antara ilmu yang fardhu kifayah adalah: menghafal al-Qur-an dan tafsirnya, hadits dan ilmu-ilmunya, ushul fiqh, dsb.

Jenis kedua dari ilmu sya’i adalah fardhu ‘ayn, wajib atas setiap mukallaf —yaitu setiap muslim yang baligh dan berakal— untuk mempelajarinya. Jika dia berpaling darinya atau melalaikannya, maka dia berdosa. Dan di antara perkara-perkara yang hukumnya fardhu ‘ain atas setiap muslim dan muslimah untuk mempelajarinya dalam aqidah adalah:

Perkara pertama: al-Ushul ats-Tsalatsah (Tiga Hal Pokok)

Yaitu pengetahuan hamba tentang Robbnya, agamanya, dan Nabi-Nya Muhammad shollallohu ‘alayhi wa sallam.

Jika dikatakan kepadamu: “Siapa Robbmu?” maka katakanlah: Robbku adalah Alloh yang telah mengurusku dan mengurus alam semesta dengan nikmat-nikmat-Nya. Dan Dia adalah Sembahanku. Aku tidak memiliki sembahan selain-Nya.

Jika dikatakan kepadamu: “Apa agamamu?” maka katakanlah: Agamaku adalah Islam. Dan ia adalah berserah diri pada Alloh dengan tauhid, tunduk pada-Nya dengan ketaatan, serta berlepas diri dari kesyirikan dan para para penganutnya.

Dan jika dikatakan kepadamu: “Siapa Nabimu?” maka katakanlah: Muhammad bin Abdulloh bin Abdul Muththolib bin Hasyim. Hasyim adalah sebagian dari kabilah Quroisy. Kabilah Quroisy adalah sebagian dari bangsa Arab. Dan bangsa Arab adalah keturunan Isma’il bin Ibrohim ‘alayhima wa ‘ala nabiyyina afdholush sholati wat taslim.

Perkara kedua: pokok agama dan pondasinya adalah dua perkara

1. Perintah untuk beribadah kepada Alloh semata tiada sekutu bagi-Nya, motivasi untuk melakukan itu, loyalitas atas dasarnya, dan mengkafirkan orang yang meninggalkannya.

2. Peringatan akan syirik dalam beribadah kepada Alloh, kecaman keras terhadapnya, permusuhan atas dasarnya, dan pengkafiran orang yang mengerjakannya.

Dari pokok ini bercabanglah aqidah al-wala’ wal baro’ yang kokoh. Dan pokok aqidah ini berdiri di atas prinsip pemisahan dan pembedaan antara kaum muslimin dan lainnya atas dasar agama, bukan atas dasar tanah dan nasionalisme. Seorang muslim muwahhid adalah saudaraku di jalan Alloh, aku loyal kepadanya dan menolongnya, meskipun dia adalah orang yang (berjarak) paling jauh. Sementara orang kafir dan orang murtad adalah musuhku, aku membenci dan memusuhinya, meskipun dia adalah orang yang (berjarak) paling dekat.

Perkara ketiga: ma’na la ilaha illalloh

Laa Ilaaha Illalloh adalah pemisah antara kufr dan Islam, ia adalah kalimat taqwa (kalimatut taqwa) dan ia adalah tali yang kuat (al-‘urwah al-wutsqo), ia tidak terwujud dengan sekadar mengucapkannya di sertai ketidaktahuan tentang ma’nanya dan tanpa mengerjakan konsekuensinya. Sebab, orang-orang munafiq mengucapkannya, tetapi mereka berada di tingkatan paling bawah dari neraka. Ia hanya terwujud dengan mengucapkannya, mengetahui ma’nanya, mencintainya, mencintai para penganutnya dan loyal kepada mereka, serta membenci orang yang menyelisihinya, memusuhinya, dan memeranginya.

Syahadat Laa Ilaaha Illalloh adalah penafian dan penetapan. Laa ilaaha (tiada ilah) menafikan segala macam peribadatan dari selain Alloh ta’ala. Dan illaAlloh (kecuali Alloh) menetapkan segala macam peribadatan kepada Alloh semata tiada sekutu bagi-Nya.

Di antara konsekuensi syahadat Laa Ilaaha Illalloh adalah syahadat bahwa Muhammad Rosululloh. Dan syahadat Muhammad Rosululloh terwujud dengan mentaati Nabi shollallohu ‘alayhi wa sallam dalam apa yang diperintahkannya, menjauhi apa yang dilarang dan dicegahnya, dan membenarkannya dalam apa yang diberitakannya.

Perkara keempat: syarat-syarat Laa Ilaaha Illalloh

Alloh ta’ala menjadikan kalimat tauhid Laa Ilaaha Illalloh sebagai tanda masuk ke dalam Islam, harga surga dan sebab keselamatan dari neraka. Tetapi ia tidak akan bermanfaat bagi orang yang mengucapkannya selama dia tidak mewujudkan syarat-syaratnya. Telah dikatakan kepada al-Hasan al-Bashriy: “Sesungguhnya ada orang-orang yang megatakan: Barang siapa mengucapkan Laa Ilaaha Illalloh, maka dia akan masuk surga?” Dia berkata: “Barang siapa mengucapkan Laa Ilaaha Illalloh, lalu menunaikan hak dan kewajibannya, maka dia akan masuk surga.” [Jami’ul ‘Ulum wal Hikam karya Ibnu Rojab al-Hanbaliy]

Imam al-Bukhoriy berkata: Dikatakan kepada Wahb bin Munabbih: “Bukankah Laa Ilaaha Illalloh adalah kunci surga?” Dia berkata: “Benar. Tetapi tidak ada kunci kecuali ia memiliki gerigi. Jika engkau membawa kunci yang memiliki gerigi, maka akan dibukakan bagimu. Dan jika tidak, maka tidak akan dibukakan bagimu.” [Jami’ul ‘Ulum wal Hikam karya Ibnu Rojab al-Hanbaliy]

Gerigi kunci surga adalah syarat-syarat Laa Ilaaha Illalloh. Dan syarat-syarat Laa Ilaaha Illalloh adalah:

1. Pengetahuan tentang ma’nanya dari segi penafian dan penetapan.
2. Yaqin, yaitu kesempurnaan pengetahuan tentangnya yang meniadakan keraguan dan kebimbangan.
3. Ikhlash yang meniadakan syirik.
4. Kejujuran yang meniadakan kedustaan.
5. Kecintaan kepada kalimat ini dan kepada apa yang ditunjukkan olehnya, serta kegembiraan dengan hal itu.
6. Ketundukan terhadap hak-haknya dengan ikhlash untuk Alloh dan demi mencari ridho-Nya.
7. Penerimaan yang meniadakan penolakan.

Semua syarat ini ditunjukkan oleh dalil-dalil yang jelas dari al-Kitab dan as-Sunnah yang shohih.

Perkara kelima: pembatal-pembatal Islam

Ada banyak hal-hal yang mengeluarkan seorang muslim dari lingkaran Islam, dan jika dia melanggarkan maka dijatuhkan padanya nama murtad dari agama tauhid. Yang terbesar di antaranya sepuluh, yaitu:

1. Syirik dalam beribadah kepada Alloh ta’ala.
2. Menjadikan antara dirinya dan Alloh perantara-perantara yang dia seru, dia mintai syafa’at dan dia jadikan sebagai sandaran (tawakkal).
3. Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau meragukan kekafiran mereka, atau membenarkan madzhab mereka.
4. Meyakini bahwa selain petunjuk Nabi shollallohu ‘alayhi wa sallam lebih sempurna daripada petunjuk beliau atau bahwa keputusan selain beliau lebih baik daripada keputusan beliau.
5. Membenci sesuatu dari apa yang dibawa oleh Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam.
6. Mengolok-olok Alloh atau Kitab-Nya atau Rosul-Nya.
7. Sihir, di antaranya shorf (memalingkan laki-laki dari istrinya atau sebaliknya, -pent) dan ‘athf (menimbulkan kecintaan laki-laki kepada istrinya atau sebaliknya, -pent).
8. Mendukung kaum musyrikin dan membantu mereka terhadap kaum muslimin.
9. Meyakini bahwa sebagian manusia boleh keluar dari syariat Nabi Muhammad shollallohu ‘alayhi wa sallam, sebagaimana Khidhir boleh keluar dari syariat Musa ‘alayhis salam.
10. Berpaling dari agama Alloh ta’ala, tidak mempelajarinya dan tidak mengamalkannya.

Dalam seluruh pembatal Islam tersebut tidak ada bedanya antara orang yang bersenda gurau, serius ataupun karena takut, kecuali orang yang terpaksa.

Perkara keenam: macam-macam tauhid

1. Tauhid ar-rububiyyah, yaitu mentauhidkan Alloh dengan perbuatan-perbuatan-Nya. Itu terwujud dengan meyakini bahwa Alloh adalah yang menciptakan semua makhluk sendirian, memberi mereka rezeki sendirian, dan mengatur segala urusan sendirian.

Mayoritas manusia—dengan fitrah mereka—meyakini bahwa Alloh adalah Al-Kholiq (yang menciptakan), Ar-Roziq (yang memberi rezeki), Al-Muhyi (yang menghidupkan), dan Al-Mumit (yang mematikan). Mereka mengakui semua itu dan membenarkannya. Bahkan sampai orang-orang kafir yang diperangi oleh Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam dan dihalalkan oleh beliau darah dan harta mereka pun membenarkan semua itu. Dalilnya firman Alloh ta’ala:

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللهُ.
“Katakanlah (Muhammad): Siapakah yang memberi rezeki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang menguasai pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab: Alloh.” [Yunus: 31]

Tetapi tauhid ar-rububiyyah saja—dengan hamba mengimani bahwa Alloh adalah yang menciptakannya, memberinya rezeki dan menghidupkannya— tidak cukup untuk masuknya dia ke dalam Islam selama dia tidak meyakini tauhid al-uluhiyyah.

2. Tauhid al-uluhiyyah, yaitu mentauhidkan Alloh ta’ala dengan perbuatan-perbuatan hamba, seperti berdoa, bernadzar, menyembelih, berharap, takut, keinginan, cemas, bertaubat, memohon pertolongan, memohon perlindungan, mengagungkan, rukuk, berjihad, dsb. Ma’nanya adalah bahwa hamba menunaikan ibadah demi mendekatkan diri kepada Alloh semata. Jika dia melakukan itu, maka dia telah menjadi seorang muslim yang telah mewujudkan tauhid. Adapun jika hamba menunaikan ibadah seraya mendekatkan diri dengannya kepada selain Alloh, atau mengarahkan sebagian darinya kepada Alloh dan sebagian yang lain kepada selain Alloh, maka dia belum mewujudkan tauhid dan jatuh ke dalam syirik. Wal ‘iyadzu billah.

Tauhid al-uluhiyyah yang juga dinamakan tauhid ibadah, adalah sebab para rosul ‘alayhimus salam diutus. Karena, setiap rosul memulai dakwahnya kepada kaumnya dengan perintah untuk mentauhidkan ibadah. Alloh ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللهَ.
“Dan sungguh, Kami telah mengutus dalam setiap umat seorang rosul (untuk menyerukan): Sembahlah Alloh ...” [an-Nahl: 36]

Dan Nuh, Hud, Sholih, dan Syu’aib mengatakan perkataan yang sama,
يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ.
“Wahai kaumku! Sembahlah Alloh! Tidak ada sembahan bagi kalian selain Dia.” [al-A’rof: 59, 65, 73, 85]

Di antara jenis-jenis tauhid, jenis inilah yang diperselisihan sejak zaman dahulu hingga zaman sekarang antara para rosul dan umat-umat mereka, serta menjadi sebab Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam memerangi orang-orang kafir Quroisy dan sebab Khulafa’ Rosyidun memerangi orang-orang murtad.

3. Tauhid al-asma’ wa ash-shifat, yaitu mengimani semua yang disebutkan dalam al-Qur-an al-Karim dan hadis-hadis shohih dari nama-nama Alloh dan sifat-sifat-Nya yang dengan itu Dia menyifati diri-Nya sendiri atau dengannya Rosul-Nya shollallohu ‘alayhi wa sallam menyifati-Nya, dalam pengertian yang sebenarnya, serta meyakini bahwa Alloh itu:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ.
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia maha mendengar lagi maha melihat.” [asy-Syuro: 11]

Wajib hukumnya mengimani nama-nama Alloh dan sifat-sifat-Nya yang ada dalam al-Kitab dan as-Sunnah dengan ma’na-ma’nanya dan hukum-hukumnya berdasarkan pemahaman salaf sholih. Nama-nama Alloh dan sifat-sifat-Nya diketahui dari al-Qur’an dan As-Sunnah. Tidak boleh bagi seseorang —siapapun dia— untuk mendatangkan dari dirinya sendiri sebuah nama atau sebuah sifat bagi Alloh ta’ala. Sebab, nama-nama Alloh dan sifat-sifat-Nya adalah perkara tawqifiyyah. Artinya, di dalamnya kita berhenti pada nama-nama yang disebutkan atau disifati Alloh untuk diri-Nya sendiri, atau yang disebutkan atau disifati oleh Rosul-Nya shollallohu ‘alayhi wa sallam.

Nama-nama Alloh semuanya bagus (husna), Dan ada banyak, di antaranya: ash-Shomad (tempat meminta segala sesuatu), al-Bari’ (Sang Pencipta), as-Sami’ (Maha Mendengar), al-Bashir (Maha Melihat), ar-Rohman (Maha Pengasih), ar-Rohim (Maha Penyayang), … sebagaimana Alloh subhanahu memiliki banyak sifat yang semuanya luhur, di antaranya; ar-rohmah, al-quwwah (kuat), al-hikmah (bijaksana), al-hayah (hidup), al-‘izzah (perkasa), al-‘ilmu, al-jabarut (kekuasaan), dsb.

Perkara ketujuh: macam-macam syirik

1. Syirik akbar, yaitu dosa besar yang Alloh tidak akan mengampuninya dan tidak akan menerima amal sholih bersamanya. Alloh ta’ala berfirman:

إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ.
“Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa yang selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” [an-Nisa’: 48]

Alloh subhanahu berfirman:

إِنَّهُ ُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ، وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ.
“Sesungguhnya barang siapa mempersekutukan Alloh, maka sungguh Alloh mengharamkan baginya surga dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang zholim.” [al-Maidah: 72]

Dan Alloh jalla jalaluhu berfirman:

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ.
“Sungguh, jika kamu mempersekutukan (Alloh), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang-orang yang rugi.” [az-Zumar: 65]

Syirik akbar ada empat macam, yaitu: (a) syirik doa; (b) syirik niat, keinginan dan tujuan; (c) syirik ketaatan; (d) syirik cinta.

2. Syirik ashghor, yaitu segala sesuatu yang menjadi jalan menuju syirik akbar dan perantara untuk jatuh ke dalamnya, seperti riya’, bersumpah dengan selain Alloh, mengucapkan “ma sya’allohu wa syi’ta (sesuai yang Alloh kehendaki dan yang kamu kehendaki)”, mengucapkan “aku bersandar kepada Alloh dan kepadamu”, dan hal-hal lainnya yang sedikit sekali orang yang selamat darinya. Kafarat (penghapus)-nya adalah mengucapkan:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا أَعْلَمُهُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ مِمَّا لَا أَعْلَمُ.
“Ya Alloh! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu agar tidak mempersekutukan dengan-Mu sesuatu yang aku ketahui. Dan aku memohon ampunan kepada-Mu dari apa yang tidak aku ketahui.” [Diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya, dan dishohihkan oleh al-Haytsamiy dan Ibnu Hibban]

Perkara kedelapan: macam-macam kufur

1. Kufur akbar yang mengeluarkan dari agama, dan ini ada lima macam, yaitu:
(a) kufur pendustaan;
(b) kufur penolakan dan kesombongan diri;
(c) kufur keraguan;
(d) kufur keberpalingan;
(e) kufur nifaq.

2. Kufur ashghor yang tidak mengeluarkan dari agama, dan ini adalah kufur ni’mat. Dalilnya firman Alloh ta’ala:

وَضَرَبَ اللهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آَمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ، فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللهِ، فَأَذَاقَهَا اللهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ.
“Dan Alloh telah membuat suatu perumpamaan sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, lalu (penduduk)nya mengingkari ni’mat-ni’mat Alloh, maka Alloh menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan disebabkan apa yang mereka perbuat.” [an-Nahl: 112]

Perkara kesembilan: macam-macam nifaq

1. Nifaq akbar (i’tiqodiy), yaitu menyembunyikan kufr dalam hati dan memperlihatkan iman pada lisan dan anggota tubuh. Jenis-jenisnya ada enam, yang pelakunya termasuk penghuni tingkatan paling bawah dari neraka, yaitu:
(a) mendustakan Rosul;
(b) mendustakan sebagian dari apa yang dibawa oleh Rosul;
(c) membenci Rosul;
(d) membenci sebagian dari apa yang dibawa oleh Rosul;
(e) bergembira atas kejatuhan agama Rosul;
(f) membenci kemenangan agama Rosul ‘alayhis sholatu wassalam.

2. Nifaq ashghor (‘amaliy). Ini terjadi dengan mengerjakan sesuatu dari perbuatan-perbuatan orang-orang munafiq dan bersifat dengan satu sifat dari sifat-sifat mereka, disertai dengan tetap adanya pokok iman. Ia adalah lima macam yang disebutkan oleh Rosululloh shollallohu ‘alayhi wa sallam dalam sabda-Nya:

آيَةُ المُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ.
“Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara berbohong, jika berjanji mengingkari dan jika dipercaya berkhianat.”

Dan dalam riwayat lain:

إِذَا خَاصَمَ فَجَرَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ.
“Jika bertengkar menyimpang dari kebenaran dan jika membuat perjanjian mengkhianati.” [Muttafaq ‘alaih]

Perkara kesepuluh: ma’na thoghut dan jenis-jenisnya yang paling utama

Yang pertama kali diwajibkan oleh Alloh kepada anak Adam adalah kufur kepada thoghut dan berimanz kepada Alloh. Dalilnya firman Alloh ta’ala:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ.
“Dan sungguh, Kami telah mengutus dalam setiap umat seorang rosul (untuk menyerukan): Sembahlah Alloh dan jauhilah thoghut.” [an-Nahl: 36]

Bentuk kufur kepada thoghut adalah meyakini kebatilan beribadah kepada selain Alloh, meninggalkannya, membencinya, serta mengkafirkan pelakunya dan memusuhi mereka. Adapun bentuk iman kepada Alloh adalah meyakini bahwa Alloh adalah satu-satunya ilah yang disembah tanpa selain-Nya, memurnikan semua jenis ‘ibadah untuk Alloh dan menafikannya dari semua sesembahan selain Alloh, serta mencintai di jalan Alloh dan membenci di jalan Alloh.

Thoghut adalah segala sesuatu yang menyebabkan hamba melampaui batas, berupa suatu yang disembah, yang diikuti, atau yang ditaati.

Contoh yang disembah adalah setan-setan jin yang menyuruh para penyihir manusia untuk menyembah mereka, lalu mereka pun menyembah para jin tersebut. Contoh yang ditaati adalah para presiden, para raja dan para pemimpin yang memerintahkan rakyat mereka untuk menyalahi syariat dan berhukum kepada undang-undang buatan manusia, serta memerangi penegakan hukum syariat dan orang yang menyeru kepada penerapannya, lalu rakyat mengikuti mereka. Adapun yang ditaati contohnya para ulama, para rahib, dan para syekh jahat yang menghalalkan apa yang diharamkan oleh Alloh dan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Alloh, lalu mereka ditaati dalam hal itu.

Sementara muslim muwahhid mengingkari setiap yang disembah, diikuti dan ditaati selain Alloh, berlepas diri dari mereka dan dari para pengikut mereka, serta memusuhi dan membenci mereka. Inilah millah Ibrohim ‘alayhis salam yang barang siapa membencinya maka dia telah membodohi dirinya sendiri. Dan ia adalah teladan baik yang Alloh ta’ala menganjurkan kita untuk mengikutinya dalam firman-Nya:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ، كَفَرْنَا بِكُمْ، وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ.
“Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagi kalian pada Ibrohim dan orang-orang yang bersamanya, ketika mereka berkata kepada kaum mereka: ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Alloh. Kami kufur kepada kalian. Dan telah nyata permusuhan dan kebencian antara kami dan kalian selamanya, sampai kalian beriman kepada Alloh saja.’” [al-Mumtahanah: 4]

Dan di antara millah Ibrohim adalah memerangi para thoghut, para wali (penolong) mereka, dan para pengikut mereka demi meninggikan kalimat Alloh. Alloh ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آَمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ، فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ، إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا.
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Alloh, dan orang-orang kafir berperang di jalan thoghut. Maka perangilah wali-wali (penolong-penolong) setan. Sesungguhnya tipu daya setan itu lemah.” [an-Nisa’: 76]

Thoghut-thoghut itu banyak, yang paling utama di antara mereka lima:

1. Setan yang menyeru kepada ibadah kepada selain Alloh. Dalilnya firman Alloh ta’ala:

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آَدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ، إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ.
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian wahai anak cucu Adam agar kalian tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian.” [Yasin: 60]

Setan adalah thoghut akbar yang terus-menerus berusaha memalingkan manusia dari ketaatan kepada Alloh. Ada juga di antara manusia yang menyertai setan dalam menghalangi manusia dari beribadah kepada Alloh, dan mereka itu juga thoghut-thoghut.

2. Penguasa zholim yang merubah hukum-hukum Alloh ta’ala. Dalilnya firman Alloh ta’ala:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آَمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ، وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا.
“Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu, mereka ingin berhukum kepada thoghut padahal mereka telah diperintahkan untuk kufur kepadanya. Dan setan ingin menyesatkan mereka dengan kesesatan yang jauh.” [an-Nisa’: 60]

3. Orang yang memutuskan dengan selain apa yang diturunkan oleh Alloh. Dalilnya firman Alloh ta’ala:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ.
“Dan barang siapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itulah orang-orang kafir.” [al-Ma’idah: 44]

Jika hakim atau qodhi memutuskan di antara dua orang yang bersengketa dengan selain apa yang diturunkan oleh Alloh, seperti menggunakan undang-undang buatan manusia, adat-istiadat, serta tradisi-tradisi suku dan kabilah, maka dia telah murtad dari agama Alloh dan menjadi thoghut.

Orang yang memutuskan dengan selain apa yang diturunkan oleh Alloh adalah kafir. Dan orang-orang bersengketa yang berhukum kepadanya juga kafir. Alloh ta’ala berfirman:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.
“Maka demi Robbmu, mereka tidak beriman sampai mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka atas putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [an-Nisa’: 65]

Alloh subhanahu menafikan keimanan dari mereka karena mereka tidak menegakkan hukum Alloh di antara mereka dan berhukum kepada thoghut.

4. Orang yang mengklaim mengetahui perkara ghoib. Dalilnya firman Alloh ta’ala:

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللهُ، وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ.
“Katakanlah (Muhammad): Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghoib kecuali Alloh. Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.” [an-Naml: 65]

Barang siapa mengklaim bahwa dia mengetahui perkara ghoib, maka dia adalah thoghut yang mendustakan ayat al-Qur-an al-Karim yang jelas. Dan wajib atas seorang muslim untuk menghidari pergi ke setiap orang yang mengklaim mengetahui perkara ghoib, seperti para penyihir, para dukun, dan para peramal dan tidak mempercayai mereka dalam apa yang mereka klaim. Sebab,

مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ.
“Barang siapa mendatangi seorang dukun atau seorang peramal, lalu dia membenarkan apa dikatakannya, maka dia telah kufur apa yang diturunkan kepada Muhammad.” [Diriwayatkan oleh Ahmad dan dihasankan oleh Syu’aib al-Arna’uth]

5. Orang yang disembah selain Alloh dan dia ridho dengan penyembahannya, atau orang yang menyeru manusia untuk menyembah dirinya. Dalilnya firman Alloh ta’ala,

وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ، كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ.
“Dan barang siapa di antara mereka berkata: ‘Sesungguhnya aku adalah tuhan selain Alloh,’ maka orang itu Kami beri balasan Jahanam. Demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang zholim.” [al-Anbiya’: 29]

Ibadah adalah haq Alloh ‘azza wa jalla (atas hambanya). Tidak boleh bagi seorang pun untuk menyeru manusia untuk menyembah dirinya atau untuk menyembah seseorang selain Alloh ta’ala. Barang siapa melakukan itu, atau dia tidak melalukan itu tetapi ridho disembah selain Alloh, maka dia adalah thoghut.

Demikianlah. Dan sesungguhnya manusia tidak menjadi orang yang beriman kepada Alloh kecuali dia kufur kepada thoghut. Dalilnya firman Alloh ta’ala:

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ، قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ، فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا، وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ.
“Tidak ada paksaan dalam agama. Sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara kebenaran dan kesesatan. Barang siapa kufur kepada thoghut dan beriman kepada Alloh, maka sungguh dia telah berpegang pada tali yang kuat yang tidak akan putus. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [al-Baqoroh: 256]

Kebenaran (ar-Rusydu) adalah agama Muhammad shollallohu ‘alayhi wa sallam, kesesatan (al-Ghoyy) adalah agama Abu Jahl, sedangkan tali yang kuat (al-‘urwah al-wutsqo) adalah syahadat Laa Ilaaha Illalloh.

Hamba tidak dianggap berpegang pada tali yang kuat (tauhid) kecuali jika padanya terdapat dua sifat: kufur kepada thoghut dan iman kepada Alloh.

Segala puji bagi Alloh, Robb semesta alam. Sholawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, serta kepada semua keluarga dan sahabatnya.

Judul Asli : ‘Asyru Masail fil ‘Aqidah La Yasi’ul Muslim Jahluhu wa Yajibu ‘alayhi Ta’allumuhu
Diterbitkan oleh Maktabah al-Himmah

Posting Komentar untuk "Sepuluh Perkara Dalam Aqidah Yang Wajib Diketahui dan Dipelajari Oleh Seorang Muslim"