Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keutamaan dan Hukum Seputar Bulan Sya’ban Yang Shahih Sesuai Sunnah

Keutamaan dan Hukum Seputar Bulan Sya’ban

Segala puji bagi Alloh, sholawat serta salam semoga tercurah atas Rosululloh, beserta keluarga, para sahabatnya dan orang-orang yang berwala’ padanya. Adapun selanjutnya;

Sesungguhnya bulan Sya’ban disebut sya’ban karena penduduk Arab dahulu memiliki kebiasaan pada bulan itu berpencar untuk menyerbu dan berperang (Fat-hul Bari - Ibnu Hajar).

Bulan yang mulia ini memiliki hukum-hukum yang membedakannya dengan bulan-bulan lainnya.

Keutamaan berpuasa pada bulan Sya’ban

Berpuasa pada bulan sya’ban memiliki keutamaan tidak seperti keutamaan puasa pada bulan-bulan lainnya. Karena itu, Rosululloh (shollallohu 'alaihi wa sallam) memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban.

Dari Ummul Mu’minin ‘Aisyah (rodhiyallohu 'anha) berkata:

لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ

“Tidak pernah Nabi (shollallohu 'alaihi wa sallam) berpuasa pada suatu bulan melebihi puasanya pada bulan Sya’ban. Sesungguhnya beliau berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya".

Dan dalam riwayat lain:

كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلَّا قَلِيلًا

"Beliau berpuasa pada bulan sya’ban seluruhnya, beliau berpuasa pada bulan sya’ban kecuali beberapa hari." [Muttafaqun ‘alaih].

Berpuasa sehari pada bulan Sya’ban memiliki nilai yang sama seperti berpuasa dua hari di bulan lain

Diriwayatkan oleh Syaikhon (al-Bukhori dan Muslim) dari ‘Imron bin Husain rodhiyallohu 'anhu dari Rosululloh (shollallohu 'alaihi wa sallam), beliau bersabda padanya:

«أَصُمْتَ مِنْ سَرَرِ هَذَا الشَّهْرِ شَيْئًا؟» قَالَ: لَا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَإِذَا أَفْطَرْتَ مِنْ رَمَضَانَ، فَصُمْ يَوْمَيْنِ مَكَانَهُ»

"Apakah kamu berpuasa sehari saja pada (saror) hari-hari terakhir bulan Sya’ban?" laki-laki itu menjawab, "Tidak." Maka Rosululloh (shollallohu 'alaihi wa sallam) bersabda: “maka jika kamu telah melewati bulan romadhon, berpuasalah dua hari untuk menggantikannya."

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: al-Qurthubi berkata: “Padanya terdapat tanda yang menunjukkan keutamaan berpuasa pada bulan Sya’ban, dan bahwasannya berpuasa sehari (pada bulan tersebut) setara dengan dua hari berpuasa di bulan lain. Disimpulkan dari sabda beliau dalam hadits tersebut yaitu "maka berpuasalah dua hari untuk menggantikannya" yakni menggantikan hari yang kamu lewatkan dari puasa Sya’ban.

Hikmah memperbanyak puasa di bulan Sya’ban

Usamah bin Zayd rodhiyallohu 'anhu bertanya kepada Nabi (shollallohu 'alaihi wa sallam), maka ia berkata: "Wahai Rosululloh, Aku tidak pernah melihatmu berpuasa pada satu bulan di antara bulan-bulan lainnya seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban?" Maka Nabi (shollallohu 'alaihi wa sallam) menjawab dengan berkata:

«ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ»

"Ini adalah bulan yang dilalaikan oleh manusia, di antara Rojab dan Romadhon. Ia adalah bulan di mana diangkatnya amalan-amalan pada Rabb semesta alam. Dan aku suka jika amalanku di angkat sedang aku dalam keadaan berpuasa." [Hadits hasan riwayat an-Nasa’i].

Maka dari sini menjadi jelaslah bahwasanya memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban memiliki sebab-sebab tertentu. Di antaranya;

Pertama: Lalainya manusia, sedangkan ibadah pada waktu-waktu lalainya manusia memiliki keutamaan yang agung. Dan kami memiliki sejumlah pelajaran yang disebutkan oleh Ibnu Rojab al-Hambali dalam kitab “Lathoiful Ma’arif fiima li Mawasimil ‘Am minal Wazhoif”. Di mana dia berkata di antaranya, "Apa yang Alloh tetapkan dari pahala yang melimpah bagi orang yang mengingat-Nya Subhaanah di pasar-pasar (doa memasuki pasar), karena pasar adalah tempat yang melalaikan! Di dalamnya banyak penipuan, suap, riba dan memandang pada sesuatu yang diharamkan … , karena itu Alloh mencatat bagi mereka yang membaca doa masuk ke pasar satu juta kebaikan, menghapus darinya satu juta keburukan, dan mengangkat untuknya satu juta derajat.” [Hadits shohih, riwayat an-Nasa’i dan lainnya].

Dan dari Salman rodhiyallohu 'anhu ia berkata,

فَإِذَا صَلَّى النَّاسُ الْعِشَاءَ صَدَرُوا عَلَى ثَلَاثِ مَنَازِلَ: مِنْهُمْ مَنْ عَلَيْهِ وَلَا لَهُ، وَمِنْهُمْ مَنْ لَهُ وَلَا عَلَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ لَا لَهُ وَلَا عَلَيْهِ، ... ... ، وَمَنْ لَهُ وَلَا عَلَيْهِ فَرَجُلٌ اغْتَنَمَ ظُلْمَةَ اللَّيْلِ وَغَفْلَةَ النَّاسِ، فَقَامَ يُصَلِّي فَذَلِكَ لَهُ وَلَا عَلَيْهِ،

“Apabila manusia telah melaksanakan sholat Isya', mereka tergolong menjadi tiga keadaan: Di antara mereka orang yang mendapatkan dosa dan tidak mendapatkan pahala, di antara mereka ada yang mendapatkan pahala dan tidak mendapatkan dosa, dan di antara mereka ada yang tidak mendapatkan pahala dan tidak mendapatkan dosa. Dan orang yang mendapatkan pahala dan tidak mendapatkan dosa adalah seorang yang merampas gelapnya malam dan kelalaian manusia, lalu ia berdiri untuk sholat. Maka dialah orang yang mendapatkan pahala dan tidak mendapatkan dosa.” [Diriwayatkan ath-Thobroni secara mauquf dengan sanad tidak mengapa baginya]

Dan di antara contohnya adalah sabda beliau (shollallohu 'alaihi wa sallam),

«الْعِبَادَةُ فِي الْهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ»

“Ibadah yang dilaksanakan dalam keadaan kekacauan (bernilai) seperti berhijrah kepadaku.” [HR. Muslim].

An-Nawawi berkata: “Ma’na dari kekacauan di sini adalah fitnah dan bercampur baurnya urusan manusia, dan sebab banyaknya keutamaan-keutamaan ibadah dalamnya adalah karena manusia melalaikannya dan menyibukkan diri darinya dan tidak menyibukkan diri untuk ‘ibadah kecuali hanya beberapa orang saja.”

Sebab yang kedua: Bahwasanya Sya’ban adalah bulan di mana diangkatnya amalan-amalan kepada Alloh, dan berikut adalah 3 macam pengangkatan amal:

Pengangkatan amal harian: Nabi (shollallohu 'alaihi wa sallam) bersabda:

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَنَامُ، وَلَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ، يَخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ، يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ، وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ

“Sesungguhya Alloh Azza wa Jalla tidak tidur dan tidak pantas bagi-Nya untuk tidur, Dia merendahkan dan meninggikan timbangan, mengangkat amalan malam sebelum amalan siang dan amalan siang sebelum alaman malam.”

Dan dalam riwayat lainnya:

وَيُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ النَّهَارِ بِاللَّيْلِ، وَعَمَلُ اللَّيْلِ بِالنَّهَارِ

“dan diangkatnya amalan siang hari dengan amalan malam dan amalan malam hari dengan amalan siang hari”. (Diriwayatkan oleh Muslim)

An-Nawawi berkata: “Diangkat kepada-Nya amalan malam hari sebelum diangkat kepada-Nya amalan siang hari setelahnya. Dan diangkatnya amalan siang hari sebelum diangkatnya amalan malam hari setelahnya. Dan ma’na dari riwayat kedua adalah diangkat kepada-Nya amalan siang hari di awal malam setelahnya, dan diangkat kepadanya amalan malam hari di awal siang setelahnya. Karena sesungguhnya para malaikat yang menjaga membawa naik amalan-amalan malam setelah selesainya di waktu awal siang dan membawa naik amalan-amalan siang setelah selesai di awal malam. Wallohu a’lam.”

Pengangkatan amal pekanan: Rosululloh (shollallohu 'alaihi wa sallam) bersabda:

تُعْرَضُ الْأَعْمَالُ فِي كُلِّ يَوْمِ خَمِيسٍ وَاثْنَيْنِ، فَيَغْفِرُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ، لِكُلِّ امْرِئٍ لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا، إِلَّا امْرَأً كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: ارْكُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، اتْرُكُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا

“Diperiksanya amalan-amalan (manusia) pada setiap Senin dan Kamis. Maka Alloh akan mengampuni setiap orang yang tidak menyekutukan Alloh dengan suatu apapun, kecuali seorang hamba yang antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan, lalu dikatakan “tinggalkanlah (pengampunan) atas kedua orang ini hingga mereka melakukan perbaikan.” [HR. Muslim].

Nabi (shollallohu 'alaihi wa sallam) bersabda tentang hari Senin dan Kamis :

ذانك تُعْرَضُ فيهما الأَعْمَالُ على رب العالمين فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Kedua hari ini merupakan hari diangkatnya amalan-amalan kepada Robb semesta alam, dan aku suka jika amalanku diangkat dalam keadaan aku berpuasa.” (Hadits Hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi)

Pengangkatan amal tahunan: dilakukan dalam bulan Sya’ban pada setiap tahunnya.Sebagaimana hal itu dijelaskan di dalam hadits yang telah disebutkan

وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Ia adalah bulan dimana diangkatnya amalan-amalan pada Robb semesta alam”.

Sebab ketiga: Dalam hadits tersebut juga terdapat isyarat dari Nabi (shollallohu 'alaihi wa sallam) yang menunjukkan adanya hal istimewa lain bulan Sya’ban, yaitu ia merupakan bulan yang terletak diantara bulan rojab yang merupakan bulan haram dan Romadhon yang diagungkan. Maka engkau mendapati bahwa manusia bersungguh sungguh dalam melakukan ibadah mereka di bulan Rojab yang tidak mereka lakukan di bulan Sya’ban!

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam kitabnya [Tabyinul ‘Ajab bima Warada fii Syahri Rojab]: “Maka di sini terdapat pemberitahuan bahwasanya Rojab memiliki keserupaan dengan Romadhon, dan manusia sibuk beribadah di bulan Rojab sebagaimana mereka sibuk beribadah di bulan Romadhon dan mereka melalaikan dari memperhatikan ibadah di bulan Sya’ban. Karena itu Nabi (shollallohu 'alaihi wa sallam) berpuasa (di bulan Sya’ban).

Kemudian disebutkan di dalam Atsar dengan sanadnya dari Ummu Azhar bin Sa’id, bahwasanya ia menemui 'Aisyah rodhiyallohu 'anha, lalu ia katakan padanya bahwasanya ia sedang berpuasa Rojab, maka 'Aisyah rodhiyallohu 'anha berkata padanya

صومي شعبان فإن فيه الفضل

“Berpuasalah pada bulan Sya’ban, karena padanya terdapat keutaman."

Adapun hadits 'Aisyah rodhiyallohu 'anha,

ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم أكثر صياما منه في شعبان

“Aku tidak pernah melihat Rosululloh (shollallohu 'alaihi wa sallam) berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban,"

maka nampak di sini keutamaan berpuasa di bulan Sya’ban melebihi bulan lainnya.”

Sebab keempat: Dan di antara hikmah-hikmah puasa Sya’ban juga adalah sebagai latihan untuk melaksanakan puasa Romadhon. Ibnu Rojab berkata: “Dan sungguh telah dikatakan bahwa terdapat ma’na lain dalam puasa Sya’ban, yaitu bahwasanya puasa pada bulan tersebut adalah seperti latihan untuk menghadapi puasa Romadhon agar ia tidak masuk dalam bulan Romadhon di atas kesukaran dan terbebani, tetapi ia telah terlatih dan terbiasa untuk berpuasa dan melaluinya. Dan dengan berpuasa Sya’ban sebelumnya dia mendapatkan manis dan lezatnya berpuasa. Maka ia masuk dalam bulan Romadhon dengan kuat dan bersemangat.” (Lathoiful Ma’arif fiimaa li Mawasimil A’am minal Wazhoif).

Apakah disyariatkan berpuasa di bulan Sya’ban itu sebulan penuh atau sebagiannya?

Dalam hadits 'Aisyah rodhiyallohu 'anha sebelumnya, ada dua riwayat, riwayat pertama “Beliau (Rosululloh (shollallohu 'alaihi wa sallam) berpuasa Sya’ban seluruhnya” dan riwayat kedua “Beliau berpuasa Sya’ban kecuali sedikit”.

Dan untuk menyatukan kedua riwayat ini, Nampak bahwa Rosululloh (shollallohu 'alaihi wa sallam) berpuasa pada mayoritas hari di bulan Sya’ban. Imam Nawawi berkata: “Dan perkataannya (Aisyah rodhiyallohu 'anhu) bahwasanya beliau berpuasa Sya’ban seluruhnya, bahwasanya beliau berpuasa pada bulan Sya’ban kecuali hanya sedikit. Kalimat kedua merupakan penafsiran dari kalimat pertama dan penjelasan perkataannya “seluruhya” yaitu mayoritasnya.” (Syarh Shohih Muslim)

Dan berkata al-Qodhi ‘Iyadh: Dan begitulah ditafsirkannya perkataan, “beliau berpuasa Sya’ban seluruhnya” dan “beliau berpuasa Sya’ban kecuali sedikit darinya”. Dan perkataan kedua menafsirkan perkataan yang pertama. Dan penjelasan dari kalimat ‘seluruhnya’ adalah mayoritas.” [Ikmalul Mu’allim fii Syarhi Shohih Muslim].

Pendapat ini dikuatkan dengan apa yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu 'anhu ia berkata, “Tidak pernah Nabi (shollallohu 'alaihi wa sallam) berpuasa sebulan penuh kecuali Romadhon.”

An-Nawawi berkata: “Para Ulama’ berkata: Dan sesungguhnya beliau tidak menyempurnakan (puasa sebulan penuh) selain bulan Romadhon agar tidak disangka wajib." [Syarh Shohih Muslim].

Memisahkan antara puasa Sya’ban dan puasa Romadhon

Dari Abu Huroyroh rodhiyallohu 'anhu bahwasanya Rosululloh (shollallohu 'alaihi wa sallam) bersabda,

«لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ، فَلْيَصُمْ ذَلِكَ اليَوْمَ»

"Janganlah salah satu di antara kalian mendahului Romadhon dengan berpuasa satu atau dua hari kecuali bagi seorang yang sedang menjalankan puasa kebiasaannya maka berpuasalah pada hari itu.” [Muttafaqun ‘alaih].

Dan dari Ammar bin Yassir rodhiyallohu 'anhu ia berkata, "Barangsiapa yang berpuasa pada hari diragukan atasnya, maka sungguh ia telah mendurhakai Abul Qosim." [Hadits hasan, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya].

Berkata ash-Shon’ani, “Ketahuilah bahwasanya hari yang meragukan adalah pada hari ke 30 dari Sya’ban, apabila tidak terlihat hilal di malam karena mendung hari yang menutupinya atau keadaan yang serupa dengannya maka bisa jadi ia masuk ke dalam bulan Romadhon atau bisa jadi masuk ke dalam bulan Sya’ban, dan hadits ini dan ma’na yang terkandung dalamnya menunjukkan atas haramnya berpuasa pada hari itu." [Subulus Salam].

Dan dari Atha’, ia berkata: "Aku sedang berada bersama Ibnu Abbas sehari atau dua hari sebelum Romadhon, maka ia mendekatkan padaku makan malamnya lalu ia berkata:

أَفْطِرُوَا أَيُّهَا الصُّيَّامُ ، لا تُوَاصِلُوا رَمَضَانَ شَيْئًا ، وَافْصِلُوا

'Berbukalah wahai orang-orang yang berpuasa! Janganlah kalian menyambung romadhon dengan puasa apapun dan pisahkanlah.' [Diriwayatkan oleh Abdur Rozzaq dalam Mushonnafnya].

Berkata Ibnu Abdil Barr: "Ibnu Abbas dan orang-orang terdahulu rohimahumulloh menyukai untuk memisahkan antara Sya’ban dan Romadhon dengan berbuka sehari atau beberapa hari, sebagaimana mereka menyukai memisahkan antara sholat fardhu dengan cara berbicara atau berdiri atau berjalan atau maju atau mundur dari tempat mereka." [Al-Istidrok, Al-Jami’ li Madhahib al-Fuqohail Amshor].

Menghitung hilal Sya’ban untuk Romadhon

Dari Abu Huroyroh rodhiyallohu 'anhu dia berkata; Rosululloh (shollallohu 'alaihi wa sallam) bersabda,

أَحْصُوا هِلَالَ شَعْبَانَ لِرَمَضَانَ

“Hitunglah hilal Sya’ban untuk Romadhon.” [Hadits hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan lainnya)

Berkata al-Mubarokfuri, “Ahshu –hitunglah– dengan terpotongnya hamzah kata perintah dari al-ihsho’ dan ia pada asalnya adalah menghitung dengan kerikil, maksudnya hitunglah. (hilal Sya’ban) yaitu hari-harinya. “Untuk Romadhon” yaitu karena Romadhon atau untuk memperhatikan puasa Romadhon …”

Dan berkata Ibnu Hajar: yaitu berusaha untuk menghitungnya dan dengan cermat agar engkau meneliti penampakannya dan memperhatikan kedudukannya agar kalian bisa menjangkau hilal Romadhon dengan penglihatan secara pasti sehingga tidak terlewatkan darinya sedikitpun.” [Tuhfatul Ahwadzi fi Syarhi Sunan at-Tirmidzi].

Ya Alloh mudahkanlah bagi kami puasa Sya’ban dan sampaikan kami pada Romadhon.

Ya Alloh, limpahkan sholawat serta salam atas Nabi kita Muhammad dan atas keluarganya serta seluruh sahabat beliau.

Maktabah Al-Himmah

***

Baca juga artikel terkait bulan sya'ban berikut ini :
Mencerahkan Pemikiran, Bid'ah Pada Nishfu Sya'ban

Posting Komentar untuk "Keutamaan dan Hukum Seputar Bulan Sya’ban Yang Shahih Sesuai Sunnah"